This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 11 Juni 2013

Mulianya seorang Ibu


Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. “Ibu, mengapa Ibu menangis?”. Ibunya menjawab, “Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak”. “Aku tak mengerti” kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. “Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti….”

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. “Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?” Sang ayah menjawab, “Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan”. Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.

Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan.”Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?”

Dalam mimpinya, Tuhan menjawab,

“Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama.

Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya itu.

Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya.

Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak?

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan”.

Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup, karena di kakinyalah kita menemukan syurga.

Senin, 03 Juni 2013

Kutunggu Mama dan Papa di pintu Surga


Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”
Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekadar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.
Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.
Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.
Karena ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah (Gereja,red).
Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan mengguncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.
Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.
Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu.
Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja. Martono heran.
Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa. Pah hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”
Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama. Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”
“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono. “Nggak, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.
Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.
Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup Adzan maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhir.
Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.” Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.
Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.
Suara Gaib, Menghajikan Pembantu, dan Bertemu Rio di Mekkah
Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.”
Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah. Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?” “Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.
Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.
Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia di sini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”
Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.
Mama Menjadi Mualaf
Satu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.
“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.” Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.
Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.
Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.
Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.
“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono. “Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih. Ia pasrah akan segala risiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.
Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba Adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.
Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.
Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.
Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.
Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu.
Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”
Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam. Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.

Demi Kenikmatan semu, jangan lupakan ibumu

Demi Kenikmatan semu, jangan lupakan ibumu


Seorang pemuda datang melamar wanita cantik dan kaya , akhirnya terjadilah kesepakatan.
Namun tatkala si wanita mengetahui profesi ibunda si pria, maka si wanita memberi syarat, "pada waktu resepsi pernikahan, ibumu tidak boleh datang"

Setelah berfikir, demi untuk mewujudkan pernikahannya, si pemuda dgn terpaksa menyetujuinya.
Namun sebelumnya ia menjumpai salah seorang guru spiritualnya untuk meminta pendapatnya.

Sang guru bertanya, "apa pekerjaan ibumu?

"Aku ditinggal mati ayahku saat umurku 1 tahun, akhirnya untuk membesarkanku, ibuku bekerja sebagai tukang cuci pakaian dan dia berhasil mengantar saya sampai jadi sarjana ".
Jawab pemuda itu.

"Begini, hari ini kau pulang, dan kau cuci kedua tangan ibumu, besok kau kembali lagi kesini, aku akan kasih pendapatku" jawab sang guru.

Pulanglah pemuda itu, dan dia mendekati ibunya dan mencuci kedua tangannya, dia melihat begitu kasarnya tangan ibunya, ada bekas2 luka dan kulit yg terkelupas, ia melihat pemandangan itu sambil mencucurkan air mata.

Dan akhirnya ia tidak tahan untuk menunggu hari esok, dia datangi lagi sang guru dan si pemuda berkata;

"AKU TIDAK AKAN MENGORBANKAN BUNDAKU UNTUK SIAPAPUN".

Banyak di antara kita yg sering melupakan budi baik ibu kita. Demi kenikmatan semu.

Maka saatnya kita mencuci kedua tangan ibu kita yg selalu membelai kita dan membersihkan kita, Karena suatu saat belaian itu akan pergi dan kau akan kehilangan tiket masuk surgamu.

Kisah Muallaf

Setelah menolak Islam selama 23 Tahun, akhirnya bersyahadat di saat menjelang ajal


Green adalah bekas Komisaris Barclays Bank di Kaherah, dan puteranya Abdur Rahim Green mencari dan memeluk Islam lebih dari 20 tahun yang lalu, dan saat ini ia menjadi tokoh terkenal di kalangan sarjana Muslim di Inggeris.

Sebelumnya Abdur Rahim berfikir bahwa ayahnya tidak akan memeluk islam, namun kehendak Allah, ayahnya Green akhirnya masuk Islam hanya sepuluh hari sebelum ia meninggal.

Mengutip sebuah hadis Nabi yang berbunyi:

“Semoga wajahnya digosok dalam debu (semoga dia menjadi terhina) serta masuk neraka orang yang salah satu orang tuanya sudah mencapai usia tua namun dia tidak melayani mereka.”

Abdul Rahim Green kemudian mengatakan “Itulah sebabnya mengapa saya memutuskan untuk meluangkan waktu saya di sini untuk berbakti dengan ibu saya setelah kematian ayah saya.

Kematian ayah saya adalah sesuatu yang membuat saya sangat bahagia, dan merupakan kisah luar biasa tentang bagaimana hanya sepuluh hari sebelum ia meninggal, ia diberkati untuk mengucapkan dua kalimat Syahadat.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya menyuruh kita untuk berdakwah dan kita tidak boleh mengubah siapa pun untuk berubah menjadi Islam kecuali dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Tugas kita adalah untuk menyampaikan dakwah, untuk menjelaskan kepada orang dengan cara terbaik yang kita boleh, hidayah hanya ada di tangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Saya tidak pernah berfikir bahawa ayah saya mengucapkan kalimat Syahadah. Ayah saya adalah seorang ayah yang luar biasa, dia mempunyai personaliti yang luar biasa dan tidak ada yang menggambarkan dia sebagai orang yang buruk.

Selama 23 tahun, sejak saya menjadi seorang Muslim, saya telah mengajak ayah saya untuk masuk Islam. Dan saya memutuskan untuk memberikan contoh terbaik saya yang mungkin bisa menggambarkan Islam sebenarnya, tentang bagaimana Islam memandang hidup, tentang bagaimana Islam mengajar saya untuk menghormati dia sebagai orang tua.

Tapi saya berfikir bahawa ayah saya berfikiran sangat tertutup terhadap Islam, jadi saya tidak pernah berharap penuh bahawa ia akan menjadi seorang Muslim.

Ayah saya telah sakit selama beberapa tahun, dan ibu saya berfikir bahawa ia tidak akan sembuh dari sakitnya. Sebagaimana yang terjadi, beberapa minggu ketika saya kembali dari Inggeris, saya tiba di RS dan terus pergi menemui ayah saya.

Saya menatapnya dan saya berfikir bahawa ia mungkin meninggal malam ini. Jadi, saya berfikir, jika saya tidak mengatakan sesuatu tentang Islam, saya tidak akan memaafkan diri saya sendiri.

Saya tahu bahawa saya coba mengajaknya masuk Islam melalui banyak cara. Tapi saya berfikir bahawa saya perlu membuat usaha yang terakhir.

Saya telah menghabiskan waktu yang lama memikirkan apa yang bisa saya katakan. Bagaimana saya boleh mengatakannya? Apa cara yang tepat untuk mendekatinya? Dia sudah terlalu penat, jadi saya tidak mahu membuat dia kesusahan, saya tidak mahu membuat dia menjadi lebih marah.

Sejujurnya saya takut bahawa ia mungkin mengatakan “Tidak,” dan menolak ajakan saya. Dan saya bahkan bimbang bahawa jika ia memang mengatakan Syahadah tetapi tidak masuk ke dalam Islam, kemudian ia sembuh dan pulang ke rumah dan menjadi lebih angkuh tentang Islam, hal itu lebih menakutkan saya.

Ini benar-benar hal yang sulit. Setiap mualaf yang mempunyai orang tua yang belum muslim, mereka pasti mengalami dilema ini seperti yang saya alami.

Namun janganlah meremehkan kekuatan dari doa, karena itu maka ketika saya merasa buntu, saya meminta Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk membantu saya mencari sesuatu untuk dikatakan kepada ayah saya.

Saat ia berbaring di tempat tidur, saya berkata kepadanya:

“Ayah! Saya ada sesuatu yang sangat penting untuk saya beritahu kepada ayah, apakah ayah mau mendengarkannya?”

Ayah saya tidak bisa berbicara dengan baik, jadi dia mengangguk. Lalu saya berkata:

“saya ada sesuatu untuk dikatakan, jika saya tidak mengatakannya, saya akan menyesalinya”

Dan kemudian saya mengatakan kepadanya bahawa “di hari kiamat, seorang lelaki akan datang di depan Allah dengan banyak perbuatan dosa serta kemaksiatan, dan Allah akan berkata kepadanya, anda mempunyai sesuatu yang melampaui semua itu.” Dan orang itu akan berkata, “Apa itu Tuhanku ? ” Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

“Ucapkan : Tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. “

Saya berkata, “Jadi ayah, ini adalah kunci syurga, ini adalah kunci kejayaan dalam kehidupan yang akan datang, bagaimana menurut ayah?”

Dan ia menganggukkan kepalanya.

Saya berkata “Apakah itu berarti ayah ingin mengatakan kata-kata tersebut?”

Dan ayah saya berkata “Ya.”

Dia menginkuti kata-kata yang saya ucapkan,“Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah Rasulullah.”

Saya harus meninggalkan RS pada hari itu, karena RS mempunyai beberapa peraturan ketat. Saya mengunjunginya pada hari berikutnya, dan dia sudah tidak ingat apa-apa. Dia tidak mampu mengingat satu hal dari sehari ke hari yang lain, bahkan dari jam ke jam yang lain, tapi itu bukan akhir semua itu.

Tiga atau empat hari sebelum ia meninggal, ayah saya berkata: Tolong, tolong bantu saya.

Saya berkata, “Ayah apa yang kau ingin saya lakukan?”

Dia mengatakan “Saya tidak tahu!”

Lalu ia berkata, “Berikan saya sesuatu yang mudah untuk dilakukan.”

Saya teringat hadis Nabi:“Ada sesuatu yang ringan di lidah, namun berat di sisi timbangan”Jadi, saya berkata“Ayah jika saya adalah ayah, saya akan terus mengulangi kalimat syahadah berulang-ulang.”

Dan dia berkata, “Ya, itulah sebenarnya yang ingin saya lakukan.”

Dan kami menghabiskan setengah jam mengulang-ulang kalimat Syahadah itu.

Tidak beberapa lama kemudian, saya berangkat ke Inggeris, dan di sana saya mendengar ayah saya telah meninggal dunia. Subhanallah. Hadiah hidayah yang luar biasa dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada ayahku dan kami sekeluarga…. Allahu Akbar !

Kucing tersangkut


hahahahahahhahaaa... coba tebak kucing mana yang gak nyaman dengan celana dalam yang terpakai sama dia... hehehehe

Kucing tertawa

Keanehan dan lucu ada pada diri anda.... makanya kucing ini tertawa saat anda melihat dia... heheheheh











hehehehehehhe jangan marah ya....

Kucing bertelur

Apa yang unik menurut anda....??? heheheh
















Pasti anda herankan melihat kucing betelur.....

Minggu, 02 Juni 2013

KISAH SEDEKAH SEORANG ANAK TK

KISAH SEDEKAH SEORANG ANAK TK

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Sedekah tidak harus banyak, sedikit tapi ikhlas lebih berharga dimata Allah SWT apalagi bila dilakukan rutin.

Cerita sederhana dari seorang anak kecil yang sudah dididik orang tuanya untuk selalu berbagi dengan orang lain yang lebih membutuhkan justru menyelamatkan jiwanya.

Sebuah rombongan murid TK dan para gurunya sedang mengadakan tour. Di tempat wisata, salah seorang anak didiknya melihat pengemis kecil, dia langsung merogoh sakunya dan memberikan satu lembar uang lima ribu.

Gurunya melihat peristiwa itu lalu menegurnya,"Jangan banyak-banyak sayang kalau memberi pengemis.!!." Si bocah kecil menjawab,"Kasihan dia BU!."

Gurunya sejenak tertegun dengan jawaban si bocah tadi, Ibu guru tersebut malah justru terkesan dengan muridnya yang dermawan tersebut. Sampai-sampai dia menceritakan hal itu kepada guru-guru yang lain.

Ketika rombongan pulang dari tempat wisata tiba-tiba bus yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan. Beberapa anak-anak murid TK tersebut meninggal dunia dan selebihnya terluka, baik luka parah maupun luka ringan.

Ketika orang tuanya mencari-cari dengan gelisah tentang keberadaan dan kondisi anaknya, seorang guru yang sedang terbaring di tempat tidur rumah sakit berkata kepada orang tua bocah itu,

"Pak ... bu, .. anak bapak selamat. Mungkin karena keajaiban sedekah ya pak!? .. tadi saya melihat anak bapak memberikan uang lima ribuan kepada pengemis kecil di tempat wisata. Bahkan saya sempat menegur, jangan banyak-banyak ya sayang ..., tetapi anak bapak menjawab, katanya kasihan ...."

Orang tua si bocah langsung mengucap syukur karena anaknya rupanya selamat, cuma luka kecil. Luka yang tidak seberapa itu menyadarkan si ibu guru bahwa sedekah anak kecil yang diberikan dengan tulus telah menyelamatkan jiwanya.

Si Ibu guru telah disadarkan dengan perilaku muridnya yang selama ini belum pernah diajarkan olehnya ..

Apakah anda berencana ingin mencoba membuat telur berbentuk love seperti ini....???















silahkan coba... smoga sukses ya.... hati2 jgn smpek pecah heheheh

iiihhhhh gemessss bgt kn.... hehehhee...

Kucing saja peduli pada anak sendiri...
apakah swatu saat anda akan peduli pada anak anda sendiri...???

Apa komntar anda tentang foto ini












ayo posting di facebook anda... pasti banyak yg like... hehehhehe

inspirasikan diri anda saat melihat hewan ini tdk mengenal jenis pada pertemanannya









keren kann hehehehhehe

Sabtu, 01 Juni 2013

Teman Sejati

Beginilah gambaran teman sejati yg tidak pernah memandang kekurangan temannya... tp selalu menghargainya...
apakah anda juga seperti itu dengan teman baik anda...

IBU BUTA YANG MEMALUKANKU (Kisah Sedih Yang Mengharukan)


Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar

Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.

Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.

Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang lebih memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku!” Bentakkan dariku membuat diri ibuku segera bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun
bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.

Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar dan kukejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah kumuhku dan terutama meninggalkan ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi kemajuanku.

Di Selolah itu, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.

Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku rela mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.

10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.

Tapi pada suatu hari kehidupanku yang sempurna tersebut terusik, saat putraku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.

Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH ALAMAT”

Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam rumah.

Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.

Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini.

Selesai Reuni entah megapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum pulang ke Sigapore. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia ke mana, tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya.

Bergegas aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia seminggu yang lalu”

“OH…”

Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku telah meninggal. “Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”

Setelah menyerahkan surat ia segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.

Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta

Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam! Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku sendiri....